Selasa, 15 Desember 2009

kebijakan penanggulangan abrasi pantai di Bali

BAB I
Latar Belakang Masalah


A. Deskripsi Situasi Masalah
Bali merupakan salah satu destinasi wisata di Indonesia yang paling banyak didatangi wisatawan baik Wisatawan Domestik Maupun Wisatawan Mancanegara. Hal yang menjadi daya tarik wisatawan untuk datang ke Pulau Dewata ini adalah karena keindahan alam dan keunikan budaya yang dimiliki masyarakatnya, khususnya umat Hindu, melaui seni budaya dan hal-hal keagamaan.
Keindahan alam yang menjadi daya tarik wisata yang paling mendominasi adalah kawasan pantai. Lihatlah Kuta, Sanur, Nusa Dua, Candidasa, Tanah Lot, Medewi, Lovina, Lebih, Klotok, Uluwatu dan lain-lain. Semua kawasan tadi adalah sebagian destinasi wisata Bali yang menawarkan objek pantai sebagai faktor utama untuk mengundang wisatawan datang ke tempat tersebut dan lokasi ini hampir tersebar merata di seluruh Kabupaten dan Kota yang ada di Bali kecuali Kabupaten Bangli yang daerahnya memang tidak memiliki kawasan pantai dan laut karena posisinya di tengah-tengah Pulau Bali.
Rata-rata kedatangan wisatawan mancanegara yang mengunjungi Bali tiap tahunnya lebih dari satu juta orang kecuali pasca bom bali yang membuat penurunan wisatawan hingga 22,77% (lihat tabel) dan pemasukan dari paspor dan visa mendatangkan devisa negara sekitar 1,9 trilyun dalam tahun 2008 (http://winasa.info/main.php) belum lagi peranan pariwisata yang menggerakkan hampir semua sektor lain di bali dari perhotelan, kuliner, souvenir dan kerajinan, serta bidang lainnya yang merupakan salah satu pendongkrak PAD di Bali.

Tabel Kunjungan Wisatawan Mancanegara tahun 1998-2007
Tahun Kunjungan Peningkatan Tahun Kunjungan Peningkatan
1998 1.187.153 -3,51% 2003 993.029 .-22,77%
1999 1.355.799 14,21% 2004 1.458.309 46,85%
2000 1.412.839 4,21% 2005 1.386.449 -4,93%
2001 1.356.774 -3,97% 2006 1.260.317 -9,10%
2002 1.265.844 -5,23% 2007 1.664.854 32,10%
Sumber : Kanwil Departemen Kehakiman dan HAM Provinsi Bali
Belakangan ini, banyak pantai di Bali yang telah mengalami abrasi yang cukup parah. Bebarapa kondisi abrasi pantai ini ditunjukkan oleh kenyataan semakin mundurnya tepi pantai kearah daratan. Contohnya, sejak tahun 1983 garis pantai Sanur telah berpindah sejauh 30 meter ke arah daratan, sedangkan pantai Kuta bergeser sejauh 200 meter (http://www.kompas.com Rabu, 13 Februari 2008). Hasil penelitian Program Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan Universitas Udayana menyebutkan tingkat abrasi di Pantai Lebih Gianyar mencapai 50 meter pertahun (http://www.indosmarin.com). Sementara di Kabupaten Tabanan, Pantai Kelating ,menurut penuturan sejumlah warga, sejak beberapa tahun belakangan, pantai itu mengalami abrasi hingga sekitar 200 meter (http://bali.forumotion.net). Kondisi ini menunjukkan betapa parahnya kondisi abrasi pantai di Bali.
Berdasarkan data Balai Wilayah Sungai Bali-Nusa Penida Dirjen Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum (PU), dari total garis pantai di Bali sepanjang 436 km, yang mengalami abrasi hingga tahun 2008 ini secara keseluruhan mencapai 91,070 km. Kabupaten Buleleng dengan panjang garis pantai 127 km, tercatat sebagai daerah terparah dengan panjang pantai terabrasi mencapai 29,060 km. Bahkan Kota Denpasar dengan panjang garis pantai 10 km, justru seluruhnya mengalami abrasi. Kondisi ini disusul Kabupaten Klungkung yang memiliki panjang garis pantai 58 km, dengan panjang pantai yang mengalami abrasi sekitar 12,6 km. Kabupaten Badung dengan panjang garis pantai 64 km, juga mengalami persoalan abrasi pantai sepanjang 12,1 km. Adapun Kabupaten Jembrana dengan garis pantai sepanjang 60 km, yang mengalami abrasi sekitar 7,51 km, sementara Kabupaten Tabanan yang memiliki 28,5 km panjang garis pantai, menghadapi masalah berupa 7,5 km pantai terabrasi. Sedangkan Kabupaten Karangasem yang memiliki panjang pantai sebesar 71 km, mencatat panjang pantai yang terabrasi 6,3 km. Dan Kabupaten Gianyar dengan panjang pantai 18 km, 6 km di antaranya mengalami abrasi (http://myernestlove.blog.friendster.com). Perkembangan abrasi pantai ini mengalami peningkatan yang cukup besar dibandingkan peningkatan abrasi sepuluh tahun yang lalu. Data tahun 1987 menunjukan jumlah erosi yang terjadi yakni sepanjang 51,50 km, sepuluh tahun berikutnya, tahun 1997 sejumlah 64,85 km dan pada tahun 2007 mencapai 90,00 km (Sumber: Proyek Pengamanan Pantai Bali, Dinas PU Propinsi Bali). Peningkatan erosi yang terjadi hampir dua kali lipat dari dasawarsa sebelumnya, dimana peningkatan erosi tahun 1987-1997 hanya sekitar 13,35 km sedangkan pada periode 1997-2007 mencapai 25,25 km. Kalau hal ini terus berlangsung maka dalam kurun waktu kurang dari 30 tahun lagi maka pantai di Bali akan terabrasi secara keseluruhan dan dengan daratan yang kecil maka luas Pulau Bali akan digerogoti dari semua sisinya yang menyebabkan daratan Bali yang sudah begitu padat penduduk akan semakin penuh sesak akibat berkurangnya daratan dan pertambahan jumlah penduduk tiap tahunnya.



Abrasi pantai bisa disebabkan karena faktor alam dan karena ulah manusia itu sendiri. Faktor alam yang menyebabkan terjadinya abrasi adalah karena besarnya terjangan ombak akibat angin yang keras yang menyebabkan gelombang besar yang terus menggerus pantai. Selain itu proses fragmentasi sediment juga merupakan penyebab abrasi karena butiran pasir/sediment kasar lambat laun akan mengalami proses fragmentasi menjadi butiran halus yang lebih mudah terbawa oleh arus dan ombak. Namun abrasi karena faktor alam ini kontribusinya terhadap abrasi tidak begitu besar. Sebagian besar abrasi parah yang terjadi adalah pada kawasan wisata dan pada daerah pantai yang menjadi daerah perkampungan atau kegiatan/aktivitas manusia, yang cenderung menyebabkan merosotnya daya dukung lingkungan pantai. Terkait dengan abrasi yang terjadi karena kegiatan manusia inilah maka perlu suatu kebijakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat abrasi yang tiap tahun semakin meningkat tajam.

B. Hasil Sebelum Usaha Pemecahan
Kondisi abrasi dan kerusakan lingkungan pantai di Bali yang sudah demikian parah karena kurangnya perhatian dari pemerintah dan masyarakat tentunya akan membuat laju abrasi ini semakin menjadi-jadi. Gempuran alam melalui gelombang laut yang tak terbendung dan semakin berkurangnya keberadaan tanaman pelindung dan penahan abrasi pada kawasan pantai semakin membuat abrasi tak dapat terhindarkan. Bukan hal mustahil bahwa suatu saat nanti, keindahan panorama pantai di Bali yang begitu terkenalnya hingga ke seluruh penjuru dunia hanya tinggal sejarah bagi generasi yang akan datang. Keindahan itu mungkin hanya bisa mereka lihat dalam rekaman gambar ataupun foto dan karya seni lainnya.
Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa dengan adanya pemanasan global (global warming) menyebabkan semakin naikknya permukaan air laut. Hal ini juga akan semakin mempercepat tenggelamnya daerah pantai, apalagi pada daerah pantai yang mengalami abrasi yang tinggi. Seperti yang dikatakan Sekretaris Dinas PU Provinsi Bali, I Made Sudiarsa, mewakili Kadis PU Provinsi Bali dan kepala Balai Wilayah Sungai Bali-Nusa Penida, dalam Workshop ’Penyusunan Rencana Aksi Daerah Provinsi Bali dalam Menghadapi Perubahan Iklim’ yang berlangsung di Gedung Wiswa Sabha Kantor Gubernur Bali, Selasa 16 Desember 2008 bahwa tinggi permukaan air laut diproyeksikan telah naik rata-rata 28-50 cm (http://myernestlove.blog.friendster.com).
Hal ini tentunya sangat mengancam keberadaan daratan Bali yang akan semakin menyempit akibat abrasi dan akibat naiknya tingkat permukaan air laut karena peningkatan volume air laut akibat mencairnya es di Kutub Utara dan Selatan. Suatu kondisi yang sangat memprihatinkan bila sampai saat ini masyarakat dan pemerintah terkesan kurang memberikan perhatian serius pada kondisi yang sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup masyarakat Bali dan kecenderungan masyarakat semakin memperparah kondisi abrasi ini dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang semakin meningkatkan laju abrasi. Penambangan pasir pada kawasan muara sungai misalnya banyak dilakukan di kawasan pantai di Kabupaten Klungkung, yaitu dikawasan DAS dan muara Sungai Unda serta di Kabupaten Karangasem, tepatnya di daerah Kecamatan Kubu yang pasirnya di kirim ke Pelabuhan Tanjung Benoa Kabupaten Badung melalui pengapalan di Laut dengan kapal tongkang. Hal ini tentunya akan mengurangi kiriman endapan/ sedimen pasir dari sungai dan bahkan mengurangi jumlah pasir yang ada di muara sungai sehingga kawasan pantai semakin masuk jauh ke dalam muara kearah sungai.
Penyedotan pasir di daerah tepi laut juga menyebabkan semakin terkikisnya pasir pantai ke dalam lautan. Penyedotan pasir di dasar laut sekitar 5 mil dari Pantai Geger misalnya, daerah Sawangan, Kabupaten Badung, pada kedalaman 30-40 meter telah menyebabkan daerah Pantai Geger terkikis. Pasir hasil penyedotan ini dibutuhkan untuk proyek penyelamatan Pantai Kuta senilai Rp 290 milliar yang mencapai 650 ribu meter kubik dengan biaya dari pemerintah pusat (APBN) (http://www.tempointeraktif.com). Kegiatan ini tentunya bukan solusi untuk mengatasi abrasi di Pantai Kuta karena merusak pantai Geger. Kondisi ini hanya memindahkan kerusakan pantai kedaerah lainnya dengan biaya yang begitu tinggi. Aktivitas ini mendapat sorotan dari berbagai pihak terurama pemerhati lingkungan tapi hingga kini tidak ada tindak lanjut guna penyelamatan Pantai Geger. Perusakan terumbu karang sebagai penahan gelombang alami, pembabatan hutan bakau/mangrove untuk keperluan ekonomis, dan perkembangan industri pariwisata yang tidak peduli dengan kelestarian pantai juga semakin menambah kontribusinya dalam mempercepat abrasi pantai di Bali.











BAB II
Lingkup dan Ragam Masalah


A. Penilaian Kinerja Kebijakan Masa Lalu
Tidak bisa dipungkiri memang bahwa penanganan abrasi pantai di Bali membutuhkan dana yang tidak sedikit. Tercatat sejak tahun 1987 hingga tahun 2007 total dana yang telah dikeluarkan untuk menangani kerusakan pantai akibat abrasi sejumlah 3,9 trilyun (http://www.balipost.co.id). Adanya pendanaan yang tidak sedikit ini menunjukan bahwa pemerintah sesungguhnya tidak tinggal diam melihat kondisi peningkatan abrasi yang begitu cepat. Pada beberapa kawasan telah dilakukan penanganan abrasi dengan membangun pemecah gelombang pada daerah-daerah yang mengalami abrasi sangat parah dan sudah membahayakan warga sekitar pesisir pantai. Namun perhatian yang diberikan ini mungkin belum sebanding dengan kontribusi yang diberikan dari sektor pariwisata.
Selama ini, pendanaan untuk penanganan abrasi sebagian besar dikeluarkan oleh pemerintah pusat melalui alokasi bencana, dan sebagian lagi dari APBD Provinsi. Pemprop Bali menurut Kepala Bappeda Bali, I Made Adi Jaya dalam tahun 2007 mengalokasikan dana Rp 3,2 miliar untuk pengamanan pantai (http://www.kapanlagi.com). Daerah Kabupaten dan Kota tidak ada mengalokasikan dana untuk penanganan masalah abrasi padahal daerah-daerah ini juga menikmati sebagian hasil sumber daya pantai dari sektor pariwisata. Penanganan bentangan pantai yang tergerus abrasi di Bali tahun anggaran 2007 misalnya, didominasi dana pinjaman luar negeri (LN). Total dana pinjaman LN yang dikucurkan untuk menyelamatkan pesisir Bali mencapai Rp 151,4 milyar dari Rp 182,5 milyar. Sisanya Rp 31,1 milyar merupakan dana APBN (http://www.balipost.co.id). Ini menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah daerah khususnya daerah Kabupaten Kota di Bali untuk menyelamatkan daerah dan mayarakatnya dari ancaman abrasi.
Realitas dilapangan menunjukan bahwa tingkat abrasi belum menunjukkan tanda-tanda penurunan, jumlah dana yang dikucurkan tidak sebanding dengan manfaat yang diharapkan oleh semua pihak baik pemerintah, pelaku pariwisata dan utamanya masyarakat pesisir. Kebijakan pemerintah untuk membatasi pembangunan vila, resort dan hotel di kawasan pantai masih banyak yang dilanggar oleh para investor. Bangunan-bangunan megah ini banyak dibangun pada daerah pantai dan menghabiskan sempadan pantai atau bahkan ada yang berbatasan langsung dengan laut akibat dari abrasi ini. Pelanggaran batas pembangunan yang seharusnya minimal 25 meter tidak ditaati oleh para pelaku pariwisata dan pemerintah terkesan membiarkan hal itu. Disisi lain ada juga pemilik hotel yang karena gempuran ombak semakin mendekati bangunannya telah melakukan pembangunan krib atau senderan penahan ombak secara mandiri karena dirasakan mengancam kelangsungan bisnis hotelnya. Namun sayangnya sebagian besar krib yang dibangun ini tidak memenuhi standar kelayakan teknis dan upaya yang dilakukan itu justru dapat lebih memperparah abrasi pantai di daerah sekitarnya.

B. Pentingnya Situasi Masalah.
Kondisi yang tergambar pada bagian awal merupakan alasan yang kuat untuk segera dilakukannya penanganan yang lebih intensif terhadap permasalahan abrasi pantai ini. Kerugian yang lebih besar telah menanti di depan mata kita apabila kondisi ini dibiarkan begitu saja tanpa ada upaya meminimalisasi abrasi. Abrasi ini telah mengancam keberlanjutan Bali sebagai salah satu destinasi wisata yang menawarkan keindahan panorama pantainya. Berapa keuntungan ekonomis yang didatangkan dari sektor pariwisata akan hilang bila pantai yang menjadi sumber daya yang ditawarkan sudah tidak memiliki daya tarik lagi untuk wisatawan karena kondisi abrasi yang begitu memperihatinkan.
Hal lain yang merupakan alasan mendasar urgensi penanganan abrasi ini adalah karena semakin mengancam luas daratan Pulau Bali secara keseluruhan. Pada tahun 2009 ini, setidaknya 20 KK di Dusun Munduk Asem, Cupel, Kabupaten Jembrana setiap hari merasa was-was lantaran sewaktu-waktu rumah mereka bisa tenggelam dihantam abrasi pantai Munduk Asem yang kian mengganas sehingga kian hari jarak rumah mereka dengan bibir pantai kian dekat Di daerah Pantai Munduk Asem. Selain rumah 20 KK tersebut terdapat bangunan musholla yang merupakan tempat anak-anak melakukan pengajian dan jalan satu-satunya menghubungkan jalur tersebut, kini hanya tinggal semeter dari bibir pantai. Selain itu, tempat menambatkan perahu yang sehari-harinya digunakan untuk menyambung hidup sudah tenggelam (http://www.beritabali.com).
Kondisi serupa juga melanda Pantai Kelating, Kerambitan, Kabupaten Tabanan yang kini telah berdiri vila megah Alila. Menurut penuturan sejumlah warga setempat, sejak beberapa tahun belakangan, pantai itu mengalami abrasi hingga menggerus daratan sekitar 200 meter. Salah satu pelinggih (pura berukuran kecil) yang dulunya aman, kini telah berada di bibir tebing yang dikhawatirkan ombak besar membuatnya tergerus. Bahkan, banyak warga yang hingga kini masih mengantongi sertifikat, tetapi tanah miliknya sudah tidak ada. Kondisi itu terus terjadi sehingga membuat banyak pihak khawatir penggerusan akan semakin mengganas (http://bali.forumotion.net). Melihat kondisi masyarakat yang sudah menderita kerugian yang parah dan mengancam kelangsungan kehidupan mereka maka sudah merupakan kewajiban bagi pemerintah dan seluruh masyarakat untuk berpikir ulang untuk melakukan tindakan pencegahan peningkatan abrasi pantai ini secara menyeluruh, untuk menyelamatkan masyarakat, untuk menyelamatkan Bali dan untuk generasi yang akan datang.
















BAB III
Pernyataan Masalah


A. Definisi Masalah
Uraian pada latar belakang memberikan gambaran bahwa pada dasarnya situasi masalah yang dihadapi adalah semakin tingginya tingkat kerusakan pantai-pantai di Bali akibat abrasi. Kondisi ini dapat kita lihat dari meta masalah berupa pemunduran tepi pantai hingga sampai 200 meter ke arah daratan seperti yang terjadi di pantai Munduk Asem kabupaten Jembrana, di kawasan Pantai Kelating kabupaten Tabanan, Pantai Sanur dan Pantai Kuta. Hal ini ditambah juga dengan semakin banyaknya masyarakat yang berbuat merusak lingkungan pantai dengan melakukan penambangan pasir di daerah muara seperti di daerah Muara Sungai Unda Kabupaten Klungkung dan di kawasan pantai daerah Kubu Kabupaten Karangasem. Tingkat kerusakan hutan mangrove juga semakin banyak karena ulah masyarakat yang membabat hutan untuk dijadikan tambak ataupun sekedar untuk diambil kayunya.
Dari pemetaan masalah juga diketahui bahwa pelaku pariwisata memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan kerusakan pantai-pantai di Bali. Pembangunan villa, hotel, resort yang melanggar batas ketentuan sempadan pantai telah membuat kawasan pantai menjadi semakin sempit, dan mereduksi vegetasi alami sebagai penahan abrasi sehingga sangat gampang daerah pantai ini tergerus tanpa ada penahan. Penanganan swadaya oleh para pemilik hotel, restoran, vila dan bangunan lainnya dilakukan dengan membangun krib pada tepi pantai dengan pembetonan. Adanya pembangunan krib oleh pihak pelaku pariwisata yang tidak sesuai standar teknis ini justru memperparah abrasi di pantai sekitarnya. Karena gempuran daya gempuran ombak akan bergeser pada kawasan sekitarnya yang tidak dibangun krib. Umumnyapun krib-krib ini tidak bertahan lama dan mengalami kerusakan yang membuat pemandangan yang tidak indah di tepi pantai.
Penanganan abrasi yang dilakukan oleh pemerintah melalui pembuatan pemecah gelombang sejauh ini banyak mengalami kerusakan. Bahkan usianya ada yang hanya bertahan hingga di bawah tiga tahun seperti yangterjadi di kaeasan pantai Munduk Asem, Jembrana. Tahun 2007 lalu, Pemprop Bali telah membuat krib penahan abrasi sepanjang 300 meter namun sekarang bagian barat krib tersebut sudah jebol lantaran tidak kuat menahan hempasan ombak di pantai Munduk Asem ini (http://www.beritabali.com). Anggaran pemerintah untuk penanganan abrasi inipun masih kurang dan pelaksanaannya belum efektif. Tercatat hingga tahun 2008, penanganan pantai yang terabrasi sepanjang 44,999 km. Sementara sisanya sepanjang 46,071 km belum tertangani (http://myernestlove.blog.friendster.com). Kondisi ini menggambarkan bahwa pantai terabrasi yang baru dapat ditangani pemerintah kurang dari 50%, dan dari yang sudah tertangani itu sebagianada yang sudah rusak dan ada juga yang tidak efektif karena terkesan hanya memindahkan abrasi dari pantai kawasan wisata ke daerah pantai lainnya yang kurang dipergunakan untuk daerah wisata. Kurangnya perhatian pemerintah juga dapat dilihat di masing-masing sembilan daerah Kabupaten Kota yang ada di Bali. Daerah Kabupaten dan Kota tidak menganggarkan APBDnya untuk penanganan abrasi di daerahnya masing-masing. Mereka hanya mengandalkan kucuran dana dari pemerintah pusat dan dari pemerintah provinsi. Sebagai pihak yang paling dekat dengan masyarakat, khususnya dengan pelaku pariwisata, pemerintah Kabupaten Kota juga belum secara sepenuhnya menegakkan aturan mengenai batas pembangunan di daerah sempadan pantai. Banyak dari bangunan yang nyata-nyata melanggar ketentuan namun tidak ditindak secara tegas karena mereka memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PAD Kabupaten Kota melalui Pajak Hotel dan Restoran (PHR).

Tabel Tahapan Perumusan Masalah

No Tahapan Perumusan Masalah Penjelasan Ringkas
1 SITUASI MASALAH Semakin tingginya tingkat kerusakan pantai akibat abrasi
2 META MASALAH
• Adanya pemunduran tepi pantai hingga sampai 200 meter ke arah daratan
• Semakin banyak masyarakat yang berbuat merusak lingkungan pantai dengan melakukan penambangan pasir di daerah muara.
• Masyarakat pesisir yang kurang peduli lingkungan pantai.
• Pembabatan hutan mangrove yang bertambah banyak oleh masyarakat sekitar hutan.
• Pembangunan villa, hotel, resort yang melanggar batas ketentuan sempadan pantai.
• Adanya pembangunan krib oleh pihak pemilik hotel yang tidak sesuai standar teknis dan justru memperparah abrasi di pantai sekitarnya.
• Penanganan abrasi oleh pemerintah melalui pembuatan pemecah gelombang banyak yang rusak.
• Anggaran pemerintah untuk penanganan ini masih kurang dan pelaksanaannya belum efektif.
• Daerah Kabupaten dan Kota tidak menganggarkan APBDnya untuk penanganan abrasi di daerahnya masing-masing.

3 MASALAH SUBSTANTIF
Aspek Ekonomi/Anggaran : Alokasi anggaran pemerintah yang kurang untuk menangani abrasi, penambangan pasir pantai untuk keperluan ekonomis dan kegiatan pariwisata pantai yang hanya mengejar dolar (keuntungan).
Aspek Lingkungan : Kebiasaan masyarakat untuk mengambil kayu mangrove tanpa ada tindakan penanaman kembali telah menyebabkan kerusanakan hutan mangrove, pemerintah kurang perhatian terhadap lingkungan pantai dan pelaku industri pariwisata pantai yang merusak lingkungan.
Aspek Hukum : banyak tindakan perusakan hutan mangrove yang tidak ditindak tegas oleh pemerintah dan keberadaan bangunan hotel, vila dan resort yang melanggar ketentuan dan melewati sempadan pantai tidak di tindak tegas.

4 MASALAH FORMAL
Tingkat abrasi pantai dipengaruhi oleh perkembangan Industri wisata pantai, kepedulian masyarakat terhadap lingkungan pantai dan perhatian pemerintah dalam penanganan abrasi.



Dari pemetaan masalah, maka secara substantif permasalahan yang ada dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yakni dari aspek Ekonomi/Anggaran, Aspek Lingkungan dan Aspek Hukum seperti yang terlihat pada table diatas. Hal ini kemudian mengarahkan pada masalah formal mengenai tingkat abrasi pantai yang dipengaruhi oleh perkembangan industri wisata, kepedulian masyarakat pesisir dan perhatian pemerintah terhadap kondisi abrasi ini. Pertanyaannya bagaimana tindakan yang harus dilakukan dalam mengatasi tingginya tingkat tingkat abrasi pantai dipengaruhi oleh perkembangan Industri wisata pantai, kepedulian masyarakat terhadap lingkungan pantai dan perhatian pemerintah dalam penanganan abrasi? Hal itulah yang akan dicarikan solusi melalui pilihan alternatif-alternatif yang dapat diambil dan akhirnya menuju pada rekomendasi sebagai pilihan alternatif yang terbaik.

B. Pelaku Utama
Dari penjelasan yang telah disampaikan mulai Latar belakang masalah, lingkup dan Ragam masalah maka dapat diketahui dalam hal ini pihak-pihak yang terkait dalam permasalahan ini adalah pelaku pariwisata (khususnya wisata pantai), pemerintah utamanya pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Kota serta masyarakat kawasan pantai. Semua permasalahan abrasi ini nantinya akan berdampak pada kelangsungan kepariwisataan di Bali yang tentunya paling dirasakan oleh pelaku pariwisata, kepada pemerintah berupa penurunan pemasukan PAD melalui Pajak Hotel dan Restoran (PHR) dan masyarakat kawasan pantai yang kian terancam kelangsungan dan keselamatan hidupnya karena lahan yang mereka tempati semakin tergerus abrasi. Dalam jangka panjang tentunya permasalahan ini mengancam luas daratan Pulau Bali secara keseluruhan.

C. Tujuan dan Sasaran
Tujuan yang ingin dicapai adalah bagaimana mencegah semakin tingginya kerusakan pantai akibat abrasi dengan melibatkan semua pihak sebagai pelaku utama yang terlibat didalamnya untuk berusaha meminimalkan tindakan yang memicu meningkatnya abrasi pantai di Bali. Dengan ditekannya laju abrasi hingga mencapai angka terendah yang dapat dicapai (0%/nol persen) atau penurunan persentase peningkatan abrasi yang mencapai 200% pada dekade 1987-1997 dibandingkan dengan dekade 1997-2007, setidaknya kita menyelamatkan keberadaan daratan Bali agar tidak semakin mengecil dan juga menyalamatkan pantai sebagai salah satu objek wisata yang ditawarkan Bali pada wisatawan.

D. Ukuran Efektivitas
Efektivitas secara sederhana dapat digambarkan melalui kalimat apakah hasil yang diinginkan telah tercapai atau tidak. Kaitannya dengan permasalahan abrasi pada analisis ini, efektivitas dapat diukur melalui sejauhmana tujuan dan sasaran nantinya dapat tercapai. Indikator yang digunakan untuk mengetahui dan mengukur pencapaian tujuan yakni mencegah semakin tingginya kerusakan pantai akibat abrasi adalah dengan cara membandingkan tingkat abrasi pantai dengan laju peningkatan abrasi yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Dalam jangka panjang dapat diukur dengan membandingkan laju abrasi periode 1987-1997 , periode 1997-2007 hingga nanti periode 2007-2017 dan selanjutnya. Perkembangan jangka pendek yang dapat dilihat adalah sejauh mana pemunduran daratan masing-masing pantai dalam tiap tahun akibat abrasi.

E. Solusi yang Tersedia
Penanganan yang dapat dilakukan dalam upaya mengurangi laju abrasi secara umum dapat dilakukan melalui cara-cara yang dikelompokkan dalam dua kategori yakni pengamanan lunak (soft protection) dan pengamanan keras (hard protection) (http://www.baliprov.go.id). Pengamanan lunak atau soft protection dapat dilakukakan dalam tiga cara yakni dengan pengisian pasir, penggunaan terumbu karang dan penanaman hutan bakau (mangrove forest). Pengisian pasir bertujuan untuk mengganti pasir yang hilang akibat abrasi dan memberikan perlindungan pantai terhadap abrasi dalam bentuk sistem tanggul pasir. Hal yang harus diperhatikan adalah lokasi pasir harus memiliki kedalaman yang cukup sehingga pertambahan kedalaman akibat penggalian pasir tidak mempengaruhi pola gelombang dan arus yang pada gilirannya akan mengakibatkan abrasi ke pantai-pantai sekitarnya. Terumbu karang merupakan bentukan yang terdiri dari tumpukan zat kapur. Bentukan terumbu karang dibangun oleh hewan karang dan hewan-hewan serta tumbuhan lainnya yang mengandung zat kapur melalui proses biologi dan geologi dalam kurun waktu yang relatif lama. Fungsi terumbu karang selain sebagai bagian ekologis dari ekosistem pantai yang sangat kaya dengan produksi perikanan juga melindungi pantai dan ekosistem perairan dangkal lain dari hempasan ombak dan arus yang mengancam terjadinya abrasi. Hutan bakau (mangrove forest) merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Fungsi dari hutan bakau selain sebagai tempat wisata dan penghasil kayu adalah sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung abrasi, penahan lumpur dan penangkap sediment.
Pengamanan keras atau hard protection dapat dilakukan dalam lima cara yaitu dengan revetment, seawall, groin/groyne, pemecah gelombang sejajar pantai dan stabilisasi pantai. Revetment adalah stuktur pelindung pantai yang dibuat sejajar pantai dan biasanya memiliki permukaan miring. Strukturnya biasa terdiri beton, timbunan batu, karung pasir, dan beronjong (gabion). Karena permukaannya terdiri dari timbunan batu/blok beton dengan rongga-rongga diantaranya, maka revetment lebih efektif untuk meredam energi gelombang. Seawall hampir serupa dengn revetment, yaitu dibuat sejajar pantai tapi seawall memiliki dinding relatif tegak atau lengkung. Seawall pada umumnya dibuat dari konstruksi padat seperti beton, turap baja/kayu, pasangan batu atau pipa beton sehingga seawall tidak meredam energi gelombang, tetapi gelombang yang memukul permukaan seawall akan dipantulkan kembali dan menyebabkan gerusan pada bagian tumitnya. Groin adalah struktur pengaman pantai yang dibangun menjorok relatif tegak lurus terhadap arah pantai. Bahan konstruksinya umumnya kayu, baja, beton (pipa beton), dan batu. Pemecah gelombang sejajar pantai dibuat terpisah ke arah lepas pantai, tetapi masih di dalam zona gelombang pecah (breaking zone). Bagian sisi luar pemecah gelombang memberikan perlindungan dengan meredam energi gelombang sehingga gelombang dan arus di belakangnya dapat dikurangi. Pantai di belakang struktur akan stabil dengan terbentuknya endapan sediment. Stabilisasi pantai dilakukan dengan membuat bangunan pengarah sediment seperti tanjung buatan, pemecah gelombang sejajar pantai, dan karang buatan yang dikombinasikan dengan pengisian pasir. Metode ini dilakukan apabila suatu kawasan pantai terdapat defisit sediment yang sangat besar sehingga dipandang perlu untuk mengembalikan kawasan pantai yang hilang akibat abrasi.
Dari aspek hukum juga akan berpengaruh terhadap tingkat abrasi karena penegakan hukum yang kurang akan menyebabkan semakin rusaknya hutan mangrove karena penebangan oleh masyarakat, pelanggaran-pelanggaran pembangunan hotel yang melewati sempadan pantai, pembangunan krib yang tidak sesuai kelayakan teknis, penambangan pasir kawasan muara dan pengambilan terumbu karang. Karena itu alternatif berupa penegakan hukum atau bahkan bila belum terdapat aturan yang mengaturnya, pemerintah dapat menerbitkan perda mengenai tindakan-tindakan yang dianggap merusak lingkungan pantai.
BAB IV
Alternatif Kebijakan


A. Deskripsi Alternatif
Dari beberapa solusi yang ada, tidak semuanya bisa dilaksanakan mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah sebagai motor penggerak (penyedia anggaran) dan pelaku lainnya baik masyarakat kawasan pantai dan pelaku pariwisata. Solusi yang ada harus disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan dan diarahkan pada tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Tidak semua kondisi pantai di Bali dapat dilakukan pengurangan tingkat abrasi dengan metode yang sama. Masing-masing pantai memiliki karakteristik dan fungsi tersendiri.
Ada kawasan pantai yang terdiri dari batu karang yang terjal seperti di Pantai Tanah Lot di Kabupaten Tabanan, Pantai Seraya di Kabupaten Karangasem, dan pantai-pantai yang membentang di hampir seluruh bagian Utara perairan Bali. Lain pula halnya dengan pantai yang berada pada Kawasan Selatan perairan Bali seperti pantai Sanur dan Pantai Sumawang di Kota Denpasar, Pantai Kuta, Pantai Canggu, Pantai Jimbaran di Kabupaten Badung yang terdiri dari pantai-pantai dengan hamparan pasir putih yang landai, sehingga banyak diminati wisatawan untuk melakukan aktivitas wisata pantai. Ada juga karakteristik lainnya berupa pantai yang tersusun dari kerikil dan koral seperti di Pantai Jasri dan Pantai Ujung di Kabupaten Karangasem, Pantai Kelating di Tabanan, Pantai Gerokgak di Kabupaten Buleleng. Dan pantai yang lain berupa daerah yang memiliki pasir putih dengan kombinasi karang seperti Pantai Candisasa dan Padangbai di Kabupaten Karangasem dan Pantai Nusa Dua dan Uluwatu di Kabupaten Badung serta pantai dengan hamparan hutan bakau yang membentang dari Pantai Sindhu di Denpasar hingga Teluk Benoa di Kabupaten Badung.
Perbedaan fungsi dari masing-masing pantai juga perlu mendapat perhatian dalam memilih suatu solusi. Pantai yang berfungsi dominan sebagai kawasan wisata (seperti Pantai Kuta, Nusa Dua, Jimbaran, Uluwatu, Tanah Lot, Candidasa, Lovina dll) harus dibedakan dengan yang memiliki fungsi dominan sebagai lokasi upacara socio-religius agama hindu (Pantai Lebih dan Masceti di Kabupaten Gianyar, Pantai Watu Klotok di Kabupaten Klungkung, dll) dan dengan kawasan pantai yang berfungsi sebagai kawasan hutan lindung untuk tanaman mangrove ( Pantai Sindhu-Pantai Benoa).
Ada sejumlah alternatif yang bisa dilaksanakan untuk menangani semakin tingginya tingkat abrasi di Bali. Pertama yakni dengan hutan bakau (mangrove) yaitu melalui penanaman tanaman bakau pada daerah yang potensial untuk berkembangnya vegetasi ini ataupun dengan memperbaiki dan meningkatkan kualitas dan kuantitas hutan bakau yang telah ada. Perusakan hutan mangrove yang telah ada harus segera mendapat perhatian untuk dibenahi. Penanaman yang dilakukan pemerintah dapat bekerjasama dengan para pelaku pariwisata sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan khususnya kawasan pantai melalui tindakan nyata maupun donasi dana. Upaya penanaman kembali mangrove juga bisa melibatkan masyarakat kawasan pantai dan LSM pemerhati lingkungan guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mangrove untuk mencegah abrasi serta menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap hutan mangrove yang mereka tanam sehingga dapat mengurangi tindakan perusakan hutan oleh masyarakat sendiri.
Alternatif Kedua, terkait Terumbu Karang. Sebagai bentukan alami dari hewan karang dan tumbuhan karang, terumbu karang yang proses pembentukannya memerlukan waktu yang relatif lama harus dilestarikan agar memberikan manfaat maksimal dalam meredam gelombang dan arus bawah air laut.
Selanjutnya alternatif Ketiga, Peningkatan Anggaran Penanganan Abrasi, dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dan terutama Kabupaten Kota untuk mengalokasikan dana pembangunan pemecah gelomang sejajar pantai dan stabilisasi pantai serta untuk pengadaan bibit mangrove untuk penanaman kembali hutan yang telah rusak . Anggaran yang selama ini digunakan untuk penanganan abrasi bersumber dari pusat dan sebagian besar dari hutang luar negeri. Dengan dianggarkannya penanganan abrasi pada masing-masing kabupaten kota maka persentase kawasan abrasi yang dapat ditangani akan dapat lebih ditingkatkan dari kondisi sebelumnya yang hanya kurang dari 50% atau sejumlah 44,999 km. Pembangunan revetment dan seawall yang selama ini telah dilakukan banyak yang mengalami kegagalan dan hanya bertahan dalam kurun waktu yang relatif singkat seperti kasus di Pantai Munduk Asem, Jembrana.
Alternatif Keempat, Penegakan Aturan bagi pelaku yang melanggar : Para pelaku perusakan lingkungan yang terbukti melakukan perusakan harus mendapatkan tindakan hukum sesuai dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup yang berlaku, misalnya perusakan hutan mangrove oleh masyarakat pesisir, penambangan pasir dan terumbu karang oleh nelayan, pelanggaran bangunan yang melewati batas sempadan pantai oleh pelaku pariwisata. Yang banyak terjadi adalah kasus pelanggaran bangunan hotel, vila dan restoran yang melewati batas minimal sempadan pantai sepanjang 25 meter. Namun sayangnya tidak banyak tindakan pemerintah daerah yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi ini.

B. Perbandingan Konsekuensi Kebijakan
Dari berbagai alternatif kebijakan yang ada, akan muncul konsekuensi sebagai dampak negatif yang ditimbulkan atas alternatif tersebut. Pembangunan Pemecah gelomang Sejajar Pantai merusak keindahan pantai karena menghilangkan kesan alami pantai. Bila hal ini dilakukan pada kawasan wisata tentunya akan mengurangi daya tarik wisata yang dimiliki oleh tempat tersebut. Dalam kondisi ini perlu dipilih alternatif lainnya yakni stabilisasi pantai walaupun dengan biaya yang relatif lebih banyak. Hal ini dilakukakan untuk menjaga kelangsungan industri pariwisata sebagai ikon Bali di dunia pariwisata.
Penambangan terumbu karang sangat sulit untuk dilakukan pengawasan karena lokasinya di laut dan mencakup kawasan yang luas, serta kurangnya aparat (patroli laut oleh AL) yang bertanggungjawab untuk hal itu. Tindakan yang dilakukan dalam penambangan ini biasanya berlangsung sporadic sehingga sulit untuk dipantau.
Penegakan hukum akan mendapat resistensi dari masyarakat yang akan kehilangan mata pencahariannya seperti penambang pasir, penambang terumbu karang, masyarakat pesisir pencari kayu mangrove dan utamanya paling kuat dari pelaku pariwisata yang usahanya melanggar ketentuan sempadan pantai. Tapi jika hal ini tidak dilakukakan pada masa yang akan datang akan membawa kerugian yang jauh lebih besar berupa kehilangan asset berharga berupa SDA pantai yang menawarkan panorama yang indah.

C. Dampak Ganda dan Eksternalitas
Ada beberapa alternatif yang memiliki dampak ganda yang bermanfaat untuk hal lainnya atau dapat dikatakan memiliki eksternalitas posotif. Hal ini tentunya akan memberikan kemdahan-kemudahan dalam penerapan alernatif tersebut karena akan mendapat dukungan dari pihak-pihak yang menikmati ekternalitas tersebut.Penanaman mangrove misalnya, akan mendapat dukungan dari pemerhati lingkungan secara internasional karena akan menyerap gas polutan CO2 sebagai penyebab pemanasan global. Dalam waktu kedepan ini, perhatian untuk penanganan ancaman bahaya global warming akan semakin mencuat, hal ini tentunya bisa dimanfaatkan untuk mempermudah dalam mencari donator di dunia internasional. Banyak dari NGO/LSM internasional yang akan bersedia menjadi sponsor dan penyandang dana untuk kegiatan tersebut karena sejalan dengan proyek-proyek yang mereka rancang guna pengurangan dampak dari global warming.
Pelestarian terumbu karang dapat dijadikan sebagai ikon wisata tambahan, seperti penyediaan jasa diving, snorkeling, fishing dll. Dengan pelestarian terumbu karang, maka kawasan dasar laut akan menjadi indah dan menjadi tempat berlindung yang baik untuk ikan-ikan hias. Hal ini dapat dijadikan ikon wisata selain kawasan pantai yang terlindung dari abrasi oleh terumbu karang tersebut.

D. Hambatan dan Fisibilitas Politik
Ada beberapa kendala yang perlu diperhitungkan dalam penerapan alternatif-alternatif yang ada. Kenyataaan bahwa ketersediaan anggaran untuk menangani abrasi ini belum memadai untuk mencakup semua kawasan pantai yang mengalami abrasi. Keterbatasan dana ini disebabkan karena pembangunan Pemecah gelombang sejajar pantai dan Stabilisasi Pantai memerlukan biaya yang sangat tinggi. Dalam hal ini pemerintah harus menentukan daerah mana yang mendapatkan prioritas penanganan.
Dari segi politik, kurangnya goodwill dari Bupati/Walikota untuk memberikan perhatian terhadap penanganan abrasi. Terbukti dengan tidak adanya anggaran dana APBD yang diarahkan untuk penanganan abrasi. Kedepan, permasalahan abrasi ini dapat digunakan sebagai salah satu isu kampanye Pilkada untuk mendapatkan dukungan suara dari masyarakat pesisir dan juga pelaku pariwisata yang jumlahnya cukup banyak.
BAB V
Rekomendasi Kebijakan


A. Kriteria Alternatif Rekomendasi
Berdasarkan pada permasalahan yang telah dijelaskan pada bagian awal yakni adanya pengaruh dari tiga penyebab tingginya tingkat abrasi di Bali yaitu perkembangan Industri wisata pantai, kepedulian masyarakat terhadap lingkungan pantai dan perhatian pemerintah dalam penanganan abrasi maka dalam rekomendasi, alternatif yang dipilih harus dapat mencakup semua faktor penyebabnya. Dalam hal ini direkomendasikan untuk melaksanakan tiga kebijakan dengan kriteria bahwa kemungkinan efektivitas dalam pencapaian tujuan, keterlibatan aktor-aktor dalam implementasi kebijakan untuk ikut berpartisipasi, waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh manfaat, biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan kebijakan, tingkat kesulitan yang dihadapi dalam penerapannya, dan luas areal atau kawasan yang tercakup melalui pelaksanan kebijakan tersebut.
Penilaian secara umum yakni dengan memberikan skor antara 1-3 sesuai dengan keterkaitannya terhadap pencegahan abrasi. Efektivitas dalam pencapaian tujuan dengan nilai “kurang efektif”, “cukup efektif” dan “efektif” dengan skor 1,2 dan 3. Partisipasi aktor yang terlibat yaitu pelaku “tunggal”, “beberapa” pelaku dan “semua” (skor 1,2 dan 3). Waktu pencapaian manfaat dikelompokkan menjadi tiga, kurang dari 2 tahun kategori “Cepat” (skor 3), antara 2-5 tahun kategori “Cukup Lama” (skor 2) dan lebih dari 5 tahun kategori “Lama”(skor 1). Dari segi biaya terbagi menjadi “Murah” dengan skor 3, “Sedang dengan skor 2 dan “Mahal” dengan skor 1. Tingkat kesulitan untuk dilaksanakan dengan kategori “Mudah”, “Cukup Mudah” dan “Sulit” dengan skor masing-masing 1,2 dan 3. Terakhir dari kriteria kawasan atau areal yang tercakup terbagi dalam kategori “Semua” daerah pantai dengan skor 3, “Beberapa” kawasan pantai dengan skor 2 dan pada kawasan tertentu saja atau “Sedikit” dengan skor 1. Setelah pemberian skor pada masing-masing alternatif dilakukan penjumlahan untuk mengetahui total skor yang diperoleh.

Tabel Penilaian Kriteria Alternatif


No
Kriteria Penilaian Aternatif Kebijakan
Aternatif 1 Aternatif 2 Aternatif 3 Aternatif 4
1 Efektivitas dalam pencapaian tujuan Efektif = 3 Efektif = 3 Efektif = 3 Efektif = 3
2 Partisipasi aktor yang terlibat Semua = 3 Tunggal = 1 Tunggal = 1 Tunggal = 1
3 Waktu pencapaian manfaat Cukup Lama = 2 Lama = 1 Cepat = 3 Cukup Lama = 2
4 Biaya yang diperlukan Sedang =2 Murah = 3 Mahal = 1 Murah = 3
5 Tingkat kesulitan Mudah = 3 Sulit =1 Mudah = 3 Cukup Mudah = 2
6 Kawasan yang tercakup Sedikit = 1 Beberapa = 2 Semua = 3 Semua = 3
JUMLAH TOTAL 14 11 14 14

Dari tabel penilaian didapatkan bahwa ada tiga alternatif yang memiliki skor yang sama, dan masing-masing alternatif itu memiliki keunggulan tersendiri dan bisa dilakukan secara bersama-sama. Ketiga alternatif dengan skor 14 seperti dalam tabel memiliki kontribusi masing-masing terhadap pencapaian tujuan yakni penurunan laju abrasi pantai di Bali, karena itu ketiga alternatif yakni alternatif 1,3 dan 4 yakni penanaman hutan bakau (mangrove), peningkatan anggaran penanganan abrasi, dan penegakan aturan sebenarnya bisa dilaksanakan secara bersama-sama dalam jangka panjang.
Namun mengingat urgensi penanganan masalah abrasi ini yang sudah mengancam keselamatan masyarakat, khususnya masyarakat pesisir, maka yang menjadi prioritas adalah alternatif mana yang paling mampu menjawab terhadap kemampuan menyelamatkan masyarakat dari ancaman abrasi. Dari tiga alternatif yang dapat dipilih karena keunggulannya, maka dibuatkan scoring tambahan untuk alternatif tadi dan yang memiliki skor tertinggi adalah alternatif 3 yakni peningkatan anggaran untuk digunakan membangun pemecah gelomang sejajar pantai, stabilisasi pantai serta pengadaan bibit mangrove.





Tabel Penilaian Kriteria Alternatif
Dengan Tambahan Kriteria

No Kriteria Penilaian Aternatif Kebijakan
Aternatif 1 Aternatif 3 Aternatif 4
1 Efektivitas dalam pencapaian tujuan Efektif = 3 Efektif = 3 Efektif = 3
2 Partisipasi aktor yang terlibat Semua = 3 Tunggal = 1 Tunggal = 1
3 Waktu pencapaian manfaat Cukup Lama = 2 Cepat = 3 Cukup Lama = 2
4 Biaya yang diperlukan Sedang =2 Mahal = 1 Murah = 3
5 Tingkat kesulitan Mudah = 3 Mudah = 3 Cukup Mudah = 2
6 Kawasan yang tercakup Sedikit = 1 Semua = 3 Semua = 3
7 Kemampuan menyelamatkan masyarakat pesisir Kurang = 1 Mampu = 3 Kurang = 1
JUMLAH TOTAL 15 17 15

Dengan penambahan kriteria yang dilakukan maka pilihan alternatif yang menjadi pilihan karena urgensinya dalam menyelamatkan warga pesisir dari ancaman abrasi adalah alternatif 3 yaitu peningkatan anggaran penanganan abrasi, dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dan terutama Kabupaten Kota untuk mengalokasikan dana pembangunan pemecah gelomang sejajar pantai dan stabilisasi pantai serta untuk pengadaan bibit mangrove untuk penanaman kembali hutan yang telah rusak.

B. Deskripsi Alternatif yang dipilih
Peningkatan anggaran untuk penanganan abrasi utamanya adalah untuk daerah Kabupaten Kota yang selama ini sama sekali belum menganggarkan penanganan masalah ini dalam APBDnya. Pemerintah Kabupaten Kota hanya mengandalkan kucuran dana setelah adanya penilaian abrasi oleh pemerintah pusat sebagai bencana. Terlihat bahwa dari konsep pemikirannya tidak mengarah pada pencegahan, tapi lebih memilih pengobatan atau tindakan yang dilakukan adalah setelah terjadi kerugian di masyarakat.
Dengan peningkatan anggaran ini, alokasi anggaran diarahkan pada pembangunan pemecah gelomang sejajar pantai dan stabilisasi pantai serta untuk pengadaan bibit mangrove untuk penanaman kembali hutan yang telah rusak. Pemilihan pembangunan pemecah gelombang sejajar pantai karena konstruksi ini paling efektif dibandingkan dengan membangun seawall, revetment atau yang lainnya. Kemampuan menahan gelombang dan mereduksi abrasi yang dihasilkannya juga paling besar. Daerah yang dibangun pemecah gelombang sejajar pantai mampu mempertahankan endapan sediment pembentuk pantai dan penggerusan tepi pantai sangat minimal.
Stabilisasi pantai dilakukan pada daerah kawasan pantai yang merupakan daerah wisata. Pembangunan pemecah gelombang sejajar pantai tidak sesuai dilakukan untuk daerah pariwisata karena akan mengurangi keindahan dan menggangu aktivitas pantai seperti surfing, jet skiing, banana boat dll. Hal ini dapat dilakukan pada kawasan pantai sebagai destinasi wisata yang merupakan favorit bagi wisatawan seperti Pantai Kuta dan Pantai Sanur.
Sementara peningkatan anggaran untuk pengadaan bibit mangrove akan menyelamatkan kawasan pantai yang merupakan daerah hutan mangrove seperti di Pantai Sindhu hinga ke arah Panai Benoa. Untuk menghemat biaya dalam pelaksanaan operasional penanaman bisa melibatkan pelaku pariwisata dan masyarakat serta LSM-LSM pemerhati lingkungan.

C. Kerangka Strategi Implementasi
Dalam mengimplementasikan kebijakan peningkatan anggaran perlu dibangun adanya kesepakatan bersama oleh seluruh Kabupaten Kota yang dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi Bali. Disinilah peranan Provinsi dalam menyetujui rancangan anggaran Pemerintah Kabupaten Kota (RAPBD Kab/Kota) melalui wewenang persetujuan anggaran Kabupaten Kota di wilayahnya. Setelah pengalokasian untuk peningkatan anggaran, maka pelaksanaan proyek dikembalikan pada masing-masing daerah karena mereka lebih mengerti kebutuhan masyarakat, tentunya peran provinsi disini telah berubah sebagai pengawas dalam pelaksanaan anggaran.
Agar tidak mengurangi anggaran untuk keperluan lain, maka penganggaran untuk penanganan abrasi diambil dari PAD sektor pariwisata dengan persentase tertentu. Untuk mengatasi ketimpangan penghasilan dari sektor pariwisata dimana kabupaten Badung dan Kota Denpasar sebagai daerah penghasil PAD terbesar dari sektor ini, maka dana bagi hasil PHR Kabupaten Kota juga diarahkan untuk dialokasikan dalam menangani abrasi.
Setelah anggaran terpenuhi maka pelaksanan proyek dilakukan dengan prioritas pada daerah yang paling parah dan bergeser tiap tahunnya sehingga nantinya mampu mencakup semua wilayah pantai terabrasi, baru kemudian anggaran digunakan untuk pencegahan abrasi dan tidak menunggu hingga kondisi yang parah dan dianggap sebagai bencana. Anggaran yang dianggarkan provinsi digunakan untuk menutupi kekurangan daerah Kabupatn Kota yang budget anggarannya jumlahnya sedikit karena PAD sektor pariwisatanya tergolong kecil seperti Jembrana, Klungkung namun memiliki garis pantai yang panjang.
















SUMBER DATA dan BACAAN

(http://bali.forumotion.net/tabanan-f3/di-tabanan-abrasi-75-km-t1438.html).
(http://myernestlove.blog.friendster.com/2008/12/abrasi-pantai-di-bali-mencapai-91070-km).
(http://winasa.info/main.php?go=berita&xkd=135).
(http://www.balipost.co.id/balipostcetaK/2007/8/22/b8.html).
(http://www.baliprov.go.id/index.php?action=media&task=read&id=2).
(http://www.beritabali.com/index.php?reg=&kat=pstw&s=news&id=200905210001&PHPSESSID=52e511b074e38b891ac66a6c1d7769c2).
(http://www.indosmarin.com/20080707-abrasi-pantai-di-bali-semakin-parah.html).
(http://www.kapanlagi.com/h/0000198709.html).
(http://www.kompas.com/read/xml/2008/02/13/22101626/lingkungan.pantai.bali. sudah.rusak).
(http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2008/09/03/brk,20080903-133648,id.html).
Proyek Pengamanan Pantai Bali, Dinas PU Propinsi Bali.
Kanwil Departemen Kehakiman dan HAM Provinsi Bali.

1 komentar:


  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus